JANGAN PICIK MENGHUJAT STATISTIK
humannesia.com / Tersebutlah seorang pengajar di kampus yang setiap tahun kejang-kejang membaca statistik kelulusan SNBP Aceh berada 5 besar nasional. Kebencian dia yang membuncah membuat statement dia kelihatan konyol sebagai akademisi. Dia mengira nilai statistik tersebut dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan, sehingga Kadisdik Aceh dituduh sedang mengelabui publik atas data statistik tersebut.
Bapak yang terhormat, data SNBP itu real, tidak halu. Dikeluarkan oleh lembaga Balai Pengelolaan Pengujian Pendidikan (BP3) sesuai dengan Permendikbudristek No 48 tahun 2022. Kalau mau "palak Kee", jangan ke Disdik Aceh, apalagi ke Pak Kadisdik tapi ke BP3. Merekalah yang merilis data bahwa kelulusan SNBP Aceh sekira 42,12 persen, tertinggi nasional secara persentase dan nomor 5 nasional secara jumlah siswa.
Jumlah siswa Aceh yang lulus SNBP memang meningkat dari tahun ke tahun, itu fakta. Data pendukungnya valid. Tapi membaca data jangan sekedar melihat angka. Sebagai guru Matematika, saya selalu mengajak siswa saya memahami makna sosiologis dari angka.
Well, begini sederhananya. Kita pasti bersepakat bahwa wajar Aceh memiliki kelulusan tinggi SNBP dan SNBT karena Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Aceh relatif banyak, termasuk jalur PTKIN. Sementara pendaftar siswa yang berasal dari SMA sederajat di Aceh lebih sedikit dibanding daerah lain. Jumlah siswa Aceh sebagaimana jumlah penduduk Aceh lebih sedikit dari daerah lain. Maka patut kelulusan SNBP kita menjadi tinggi angka serapan.
Lalu hanya gegara itu anda menuduh kualitas pendidikan Aceh rendah ?!. Hanya karena anak Aceh kuliah di PTN di daerahnya ?!.
Semuanya by design. Dinas Pendidikan memberikan intruksi bagi SMA/SMK agar menggairahkan anak-anak melanjutkan ke perguruan tinggi. Sekolah dan Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menyediakan ruang seluas-luasnya bagi sosialisasi kampus ke daerah termasuk Sekolah Kedinasan, bahkan bagi kampus dari luar Aceh sekalipun.
Persoalannya tidak sesederhana angka terpampang. Perjuangan untuk mencapai angka tersebut tidak ujug-ujug. Di sekolah terutama di daerah, bukan mudah meyakinkan siswa untuk melanjutkan ke PTN. Siswanya mau, orangtuanya keberatan. Tak jarang kami harus meyakinkan melalui orang ketiga, semisal perangkat desa. Tak jarang kami harus berkunjung ke rumah, bawa gula kopi untuk siswa yang kami anggap berpotensi menjadi aset ke depan namun sulit memperoleh izin orangtuanya.
Bukan pula salah anak atau orangtua. Satu sarjana saja menganggur di kampung, terlebih tamatan di luar Aceh, segunung beban di pundak kami meyakinkan mereka. Satu teungku saja naik Avanza, konon lagi Alphard tanpa perlu kuliah, semakin menggunung beban kami. Satu remaja putus sekolah yang sukses menjadi pengusaha jualan HP dan pulsa, bertambah lagi beban kami meyakinkan. Anda mungkin tidak sampai pikiran ke sana, meskipun anda Doktor.
Jumlah siswa Aceh yang lulus SNBP memang meningkat dari tahun ke tahun, itu fakta. Data pendukungnya valid. Tapi membaca data jangan sekedar melihat angka. Sebagai guru Matematika, saya selalu mengajak siswa saya memahami makna sosiologis dari angka.
Well, begini sederhananya. Kita pasti bersepakat bahwa wajar Aceh memiliki kelulusan tinggi SNBP dan SNBT karena Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Aceh relatif banyak, termasuk jalur PTKIN. Sementara pendaftar siswa yang berasal dari SMA sederajat di Aceh lebih sedikit dibanding daerah lain. Jumlah siswa Aceh sebagaimana jumlah penduduk Aceh lebih sedikit dari daerah lain. Maka patut kelulusan SNBP kita menjadi tinggi angka serapan.
Lalu hanya gegara itu anda menuduh kualitas pendidikan Aceh rendah ?!. Hanya karena anak Aceh kuliah di PTN di daerahnya ?!.
Semuanya by design. Dinas Pendidikan memberikan intruksi bagi SMA/SMK agar menggairahkan anak-anak melanjutkan ke perguruan tinggi. Sekolah dan Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menyediakan ruang seluas-luasnya bagi sosialisasi kampus ke daerah termasuk Sekolah Kedinasan, bahkan bagi kampus dari luar Aceh sekalipun.
Persoalannya tidak sesederhana angka terpampang. Perjuangan untuk mencapai angka tersebut tidak ujug-ujug. Di sekolah terutama di daerah, bukan mudah meyakinkan siswa untuk melanjutkan ke PTN. Siswanya mau, orangtuanya keberatan. Tak jarang kami harus meyakinkan melalui orang ketiga, semisal perangkat desa. Tak jarang kami harus berkunjung ke rumah, bawa gula kopi untuk siswa yang kami anggap berpotensi menjadi aset ke depan namun sulit memperoleh izin orangtuanya.
Bukan pula salah anak atau orangtua. Satu sarjana saja menganggur di kampung, terlebih tamatan di luar Aceh, segunung beban di pundak kami meyakinkan mereka. Satu teungku saja naik Avanza, konon lagi Alphard tanpa perlu kuliah, semakin menggunung beban kami. Satu remaja putus sekolah yang sukses menjadi pengusaha jualan HP dan pulsa, bertambah lagi beban kami meyakinkan. Anda mungkin tidak sampai pikiran ke sana, meskipun anda Doktor.
Lalu anda pikir anak Aceh yang punya kualitas harus kuliah di luar Aceh biar disebut mutu pendidikan Aceh bagus ?!. Tidak sedikit anak fakir punya potensi membangun Aceh ini ke depan. Sayangnya orangtua mereka fakir.
Jangankan SPP yang harus digratiskan, uang jajan saja tak jarang ditanggung guru di sekolahnya. Bahkan baju seragam pun harus disubsidi silang. Tamat SMA saja bagi orangtuanya sudah berprestasi. Anda menghina mereka, menganggap kualitas mereka rendah hanya karena berjuang meraih impian melalui PTN daerah. Anda tidak punya hati dan empati.
Lalu anda pikir bahwa PTN di Aceh jika dipenuhi oleh anak-anak Aceh berarti kualitas kita masih rendah ?!. Bos, anak-anak luar Aceh seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, mereka senang kuliah di Aceh. Biaya hidup relatif murah, lebih Islami, orang tua tidak khawatir dengan pergaulan anaknya. Bahkan Papua melalui program kerjasama Pemda dan kampus, menyekolahkan aset daerahnya ke Aceh. Anda menuntut anak Aceh harus ke luar daerah hanya dengan dalih kualitas ?!.
Kita patut berterimakasih pada PTN yang subur di Aceh. Menerima aneuk Aceh dan siswa luar Aceh. Bahkan kita berharap ke depan, bangku-bangku kuliah PTN di Aceh pada fakultas favorit, diisi dominan oleh anak Aceh. Siapa lagi yang semarakkan PTN di Aceh jika bukan putra daerah.
Jangankan SPP yang harus digratiskan, uang jajan saja tak jarang ditanggung guru di sekolahnya. Bahkan baju seragam pun harus disubsidi silang. Tamat SMA saja bagi orangtuanya sudah berprestasi. Anda menghina mereka, menganggap kualitas mereka rendah hanya karena berjuang meraih impian melalui PTN daerah. Anda tidak punya hati dan empati.
Lalu anda pikir bahwa PTN di Aceh jika dipenuhi oleh anak-anak Aceh berarti kualitas kita masih rendah ?!. Bos, anak-anak luar Aceh seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, mereka senang kuliah di Aceh. Biaya hidup relatif murah, lebih Islami, orang tua tidak khawatir dengan pergaulan anaknya. Bahkan Papua melalui program kerjasama Pemda dan kampus, menyekolahkan aset daerahnya ke Aceh. Anda menuntut anak Aceh harus ke luar daerah hanya dengan dalih kualitas ?!.
Kita patut berterimakasih pada PTN yang subur di Aceh. Menerima aneuk Aceh dan siswa luar Aceh. Bahkan kita berharap ke depan, bangku-bangku kuliah PTN di Aceh pada fakultas favorit, diisi dominan oleh anak Aceh. Siapa lagi yang semarakkan PTN di Aceh jika bukan putra daerah.
Kita pantas berterimakasih bagi PTN Aceh yang menjadi pilar pendidikan mewujudkan impian anak-anak Aceh dengan segala keterbatasannya. Mulai ujung pantai timur, kita punya Unsam. Pesisir barat selatan, kita punya UTU. Di tengah ditopang Unimal, IAIN Lhokseumawe serta Politeknik Lhokseumawe dan IAIN Takengon. Di puncak Aceh kita punya USK, UIN Ar-Raniry, serta Sekolah Pelayaran Malahayati.
Sembari ke depan kita berhatap USK meninjau kembali Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang relatif lebih tinggi bagi kesulitan ekonomi masyarakat Aceh. Sementara apresiasi patut diberikan bagi Unimal, IAIN Lhokseumawe, Politeknik Negeri Lhokseumawe, UTU, Unsam, IAIN Langsa, IAIN Takengon yang biaya kuliahnya terjangkau oleh anak Aceh.
Tidak kurang banyak juga anak Aceh yang kuliah di swasta dengan skema pembayaran uang kuliah dapat dicicil ringan. Mereka tidak putus asa berjuang meski dengan susah payah melawan kemiskinan atas tekad yang mereka miliki. Lalu begitu gampang anda mengira rendahlah kualitas anak-anak Aceh.
Jika tidak mampu menghargai upaya sesama pendidik, lebih baik berdoa saja ketimbamg menghujat. Dinas Pendidikan Aceh hingga guru sedang berkontribusi membantu anak Aceh sedapat mungkin menggapai harapan masa depan mereka.
Sembari ke depan kita berhatap USK meninjau kembali Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang relatif lebih tinggi bagi kesulitan ekonomi masyarakat Aceh. Sementara apresiasi patut diberikan bagi Unimal, IAIN Lhokseumawe, Politeknik Negeri Lhokseumawe, UTU, Unsam, IAIN Langsa, IAIN Takengon yang biaya kuliahnya terjangkau oleh anak Aceh.
Tidak kurang banyak juga anak Aceh yang kuliah di swasta dengan skema pembayaran uang kuliah dapat dicicil ringan. Mereka tidak putus asa berjuang meski dengan susah payah melawan kemiskinan atas tekad yang mereka miliki. Lalu begitu gampang anda mengira rendahlah kualitas anak-anak Aceh.
Jika tidak mampu menghargai upaya sesama pendidik, lebih baik berdoa saja ketimbamg menghujat. Dinas Pendidikan Aceh hingga guru sedang berkontribusi membantu anak Aceh sedapat mungkin menggapai harapan masa depan mereka.
Banda Aceh, 04042024
Penulis
Khairuddin, S.Pd., M.Pd
(Buzzer kebaikan)
Penulis
Khairuddin, S.Pd., M.Pd
(Buzzer kebaikan)