Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Tunanetra Bersama Rasulullah, Layani Optimal Gak Pake Jutek

 Suatu ketika Rasulullah menerima tamu, petinggi kaum musyrikin. Rasulullah sedang ingin memberi tausiah kepada mereka, berharap hidayah turun mengetuk hati mereka lalu masuk Islam. Di tengah seru-serunya penjelasan, tiba-tiba Abdullah bin Ummi Maktum lewat dan menginterupsi "Rasulullah, berilah aku bimbingan", Rasulullah merasa tidak senang, mengabaikan dan berpaling. Abdullah bin Ummi Maktum merasa bersalah karena tidak mendapatkan jawaban dari Rasulullah, "apakah perkataanku salah ?", "tidak" jawab Rasulullah yang mulai ramah.

Kisah Tunanetra Bersama Rasulullah, Layani Optimal Gak Pake Jutek

Abdullah bin Ummi Maktum adalah pria tuna netra yg gemar memperoleh siraman rohani dari Rasulullah. Di sisi lain pada hari itu, Rasulullah sedang punya target untuk memberikah hidayah bagi tokoh pemuka kaum musyrikin. Semua serasa wajar mungkin bagi kita yang sesekali kesal kalau diinterupsi, apalagi jika sedang menerima tamu penting. Bahkan kita sering mendapat sikap sinis model seperti itu jika sedang berhadapan dengan birokrasi. Namun sebenarnya Allah tidak suka. 

 Allah menyentil kekasihNya itu melalui surat yang turun di mekkah, surat 'Abasa

 عَبَسَ وَتَوَلّٰٓى 

"Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling,"

(QS. 'Abasa 80: Ayat 1 dari 42 ayat)

Bisa jadi Abdullah bin Ummi Maktum sedang ingin menyucikan dirinya, atau ingin memperoleh pengetahuan agama, sementara kaum Quraisy belum tentu memperoleh hidayah bahkan mgkn hanya ingin menguji Rasulullah lalu mencari celah. Pada ayat ke 11, Allah mengingatkan, jangan lakukan itu wahai nabi, jangan abaikan orang yang bersungguh-sungguh memperoleh pelajaran.

 Bagi saya, hikmah ayat ini cukup menyentuh karakter kita, pola pelayanan kita terhadap seseorang. Jangan subjektif, jangan membenci karena penampilan, jangan tidak suka karena tidak punya jabatan, jangan abaikan hak-hak orang lain yang terkait dengan kita. Misalkan saat kita di kantor, lebih melayani pejabat ketimbang orang-orang yang sebenarnya sangat membutuhkan pelayanan kita atas tanggungjawab yang kita miliki, lalu kita berkata menuntut mereka sabar, tidak jarang kita acuh, bahkan ketus. Ah, sering kok saya jadi korban kalau berurusan beginian. Moga ketika sudah menjadi pelayan publik saya tidak ketus, tidak jutek, dan tidak acuh, karena dalam jabatan kita ada hak-hak orang yang harus kita tunaikan, diminta atau tidak.

 Begitulah Islam mengajarkan pelayanan, utamakan bagi yang paling membutuhkan, hindari ketidaksukaan, layani dengan ramah sepenuh hati. Karena Rasul pun dilarang bermuka masam, apalagi kita hambaNya.

  

Penulis : Khairuddin Budiman